SERUMPUN TAPI TAK SEHATI

OLEH: HARIYADI EKO PRIATMONO
KADER HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CAB. PONTIANAK

Damai adalah kata yang merupakan harapan dan impian semua orang. Bukan hanya kata akan tetapi Nuansa damai yang mewarnai kehidupan tentu saja sangat dibutuhkan demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik. oleh karena itu banyak orang yang selalu berusaha dan berupaya untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan kedamaian. Bila saja kita merenungkan dan memahami makna yang terkandung didalam kata damai sudah tentu makna yang akan didapat adalah kehidupan yang tentram tanpa ada keributan, tanpa ketegangan dan perselisahan. Semua itu tidak musthil terjadi apabila semua orang saling mengerti, menghargai dan dapat menerima perbedaan.
Namun kata damai akan menjadi “hancur” bila saja sebagian orang hanya bisa mempertahankan egoisme demi kepentingan pribadi dan kelompok, sehingga kata damai yang begitu indah dapat berubah menjadi buruk dikarenakan prilaku yang tidak baik. Berapa bulan yang lalu kita di kejutkan dengan tragedi kapal mavia yang membawa relawan-relawan kemanusian. Ditengah perjalanan para relawan yang membawa bantuan untuk warga Gaza di Palestina dihadang oleh militer Israel, yang berusaha memukul mundur para relawan kemanusia tersebut.
Perang yang terus berkecamuk di negara tersebut merupakan pelajaran yang paling berharga bagi kita warga negara indonesia khususnya. Dimana perang yang terjadi sudah begitu banyak memakan korban jiwa baik dikalangan militer maupun dikalangan masyarakat sipil. Apakah perang yang selama ini dilakukan atas nama “perdamaian” ataukah atas nama kekuasaan. Lihat saja berapa banyak nyawa-nyawa yang tidak berdoasa harus hilang, berapa banyak uang yang harus keluar untuk pembiayaan perang, berapa banyak perempuan menjadi janda, dan anak-anak menjadi yatim piatu akibat perang yang terjadi dinegara mereka. Mengutip kata-kata bijak Eleanor Roosevelt ibu negara AS (1933-1945) ia mangatakan “ Saya tidak yakin perang adalah solusi terbaik. Tak seorangpun menang dalam perang terakhir dan dan tak seorang pun menang dalam perang selanjutnya”.
Apakah perang atas nama “Perdaiaman”segolongan orang atau kelompok harus mengorbankan begitu banyak nyawa. Tentu saja tidak dan perang harus segera dihentikan, karena sudah memakan begitu banyak korban jiwa. Bukankah kehidupan ini akan lebih indah bila saja semua umat manusia yang ada dimuka bumi ini saling bergandengan tangan. Rasanya hanya angan-angan dan mimpi belaka, namun bila saja angan-angan dan mimpi ini terus diperjuangkan maka bisa saja perdamaian bukan hanya mimpi dan angan-angan melainkan akan menjadi kenyataan.
Sungguh tragis dimana senjata tangan kosong para relawan harus berhadapan dengan senjata api. Terlepas dari persoalan konflik yang terjadi antara pihak Israel dan Palestina, yang harus ditanamkan dibenak kita hari ini dan untuk seterusnya adalah bagaimana kita mampu menanamkan rasa perdamaian kepada anak cucu kita sehingga mereka dapat menjalankan kehidupan yang harmonis tanpa ada perselisihan yang harus memakan korban jiwa.
Nampaknya hawa panas yang melanda dua negra di dunia yaitu Israel dan Palestina telah menyebrang ke Asia. Dua negara tetangga yaitu Indonesia dan Malaysia baru-baru ini dilanda keteganggan. Ketegangan kedua negara mulai terjadi diawali dengan penangkapan warga negara indonesia yang diklaim pemerintah malaysia masuk perbatasan laut mereka. Sehingga ketiga warga Indonesia yang bertugas harus menjadi tahanan negara tetangga. Namun ketiga warga negera Indonesia akhirnya dapat dibebaskan dengan sistem tugar guling alias dengan pelepasan nelayan Malaysia yang ditahan pemerintah Indonesia.
Dampak dari penangkapan warga indonesia tersebut sungguh jelas terasa, sebagian masyarakat merasa bahwa Indonesia begitu lemah sehingga mudah dilecehkan negara tetangga. Apabila kita kembali mengulang sejarah konflik yang terjadi, ini bukan kali pertamanya ketegangan kedua negara tetangga yang konon katanya serumpun terjadi, pengakuan budaya, tradisi, makanan Indonesia yang diklaim Malaysia sebagai milik mereka pernah terjadi dan semua itu membuat kondisi kedua negara serumpun ini seringkali memanas, dan hingga akhirnya aksi demonstrasi anak bangsa terjadi dimana-mana dengan harapan pemerintah Indonesia harus mengambil sikap atas tindakan yang dilakukan negara tetangga tersebut (Baca: Malaysia).
Untuk menyelesaikan ketegangan kedua negara yang serumpun ini perlu dengan kehati-hatian. Pasalnya bila pemerintah mengikuti ambisi dan egoisme perang bisa saja terjadi. Apabila perang terjadi tentunya akan ada yang menjadi korban. Seperti yang dikatakan Eleanor Roosevelt bahwa dalam perang bukanlah solusi terbaik, tidak ada yang menang dalam perang terakhir dan tidak ada yang menang dalam perang selanjutnya. Maka dari itu perlu langkah baru dalam penyelesaian ketegangan kedua negara serumpun dan bertetanga ini, dengan mediasi dan negosiasi adalah salah satu cara alternatif yang digunakan pemerintah untuk mengurangi bahkan menyelesaikan ketegangan kedua belah pihak. Karena dengan media tersebut kedua belah pihak akan sama-sama mengetahui sebenarnya apakah yang menjadi sumber dari konflik kedua negara serumpun ini. dan Indonesia juga cukup berpengalaman dalam hal menyelesaiakn konfilk dengan media mediasi, terbukti konflik yang melanda Aceh dapat diselesiakan dengan media tersebut.
.“Bangsa yang besar dan beradab tidak boleh mengulangi kesalahan serupa secara berulang-ulang, kalau hendak menghindar untuk tidak diingat dan dipelajari oleh genarasi mendatang sebagai pendahulu yang kurang beradab”, ( Eka Hendry ). Tentu saja warisan yang buruk tidak akan menjadi suatu kebanggaan, banggalah apabila warisan yang ditinggalkan merupakan suatu yang bermamfaat dan dapat berdampak baik bagi kehidupan. Semoga ketegangan kedua negera serumpun ini dapat diatasi dengan kepala dingin, dan semoga perang yang didengunkan sebagian orang tidaklah menjadi kenyataan karena perang bukanlah cara yang baik dalam penyelesian permasalahan yang sedang dihadapai negara tetangga yang serumpun ini.

0 komentar:

Posting Komentar