Musibah adalah “ Teguran”

Akhir-akhir ini kita selalu mendengar kabar-kabar kesedihan. Kita mendengar baik di media elektronik maupun media cetak, sebagian wilayah Indonesia sedang tertimpa bencana. Salah satunya adalah di Propinsi Sumatra yang baru-baru ini di guncang gempa dengan kekuatan kurang lebih 7,6 skala hicter. Dan menelan begitu banyak korban jiwa. Ada yang kehilangan nyawa dan harta.
Gempa yang terjadi di Sumatra akhir-akhir ini setidaknya memberikan luka yang mendalam bagi warga yang menjadi korban dari keganasan alam. Mengapa tidak, begitu banyak nyawa yang harus kehilangan. Ada yang harus menjadi yatim, janda, bahkan duda belum lagi harta yang harus hilang. Begitu banyak penderitaan yang harus mereka rasakan, gempa yang terjadi di Sumatra adalah sebagian kecil dari musibah yang terjadi di negeri ini. Tsunami di tahun 2004 akhir yang menalanda Aceh adalah bencana terbesar yang pernah dirasakan oleh saudara-saudara kita, ribuan nyawa hilang seketika dan kehacuran wilayah yang sangat luar biasa. Namun yang harus kita pahami bersama, musibah yang terjadi di negeri pertiwi ini bukanlah musibah yang hanya karena sesuatu keadaan alam. Namun bila kita maknai bahwa pada dasarnya musibah yang terjadi di negeri ini adalah teguran sang Pencipta kepada hamba-hambanya. Salah satu musisi yang dimiliki negeri ini didalam lirik lagunya mempertanyakan ekistensi tuhan. Apakah tuhan bosan melihat tingkah laku manusia. Lagu ini sebenarnya bukan mencoba memberikan kritikan kepada tuhan, namun encoba menyadarkan kita atas kesalahan-kesalahan yang selalu kita lakukan. Kita dapat melihat keadaan di negeri ini, kemiskinan, korupsi, perzinahan, ketidakadilan, dan politik curang seakan-akan dibiarkan begitu saja. Dimana dari permasalahan itu yang merasakan dampaknya adalah kaum tertindas. Negeri ini sudah kurang lebih setengah abad merdeka, namun masalah-masalah yang sering terjadi dan menjadi penghias tatanan pemerintahan tak pernah terselesaikan. Kemiskinan dan masalah-masalah lain yang terjadi saat ini, setidaknya menimbulkan pertanyaan kita bersama apakah memang masalah-masalah ini sudah direncanakan sedemikian rupa. Hingga saat ini dengan jelas kita dapat melihat saudara-saudara kita yang hidup dibawah garis kemiskinan, bagi kalangan tertentu yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin, dan lain sebagainya. Seperti musibah yang menimpa saudara kita di Sumatra, mereka sangat membutuhkan dukungan moral dan materi, untuk memotavisi. Kita selalu berharap bahwa musibah yang terjadi bukanlah bukti kebencian sang pencipta melainkan rasa sayang-Nya yang begitu besar. Berdoa dan berfikir positif setidaknya dapat mengurangi penderitaan yang sedang dirasakan. Musibah yang melanda harus kita jadikan sebagai bahan renungan. Apakah selama kita menaungi kehidupan sudah banyak berbuat amal kebaikan atau malah sebaliknya. Perlu di sadari bersama bahawa musibah yang terjadi tidak hanya dirasakan mereka tetapi kita sebagai saudara yang diikat oleh negara tentu juga merasakan apa yang mereka rasakan. Bentuk kepedulian itu diwujudkan dengan usaha-usaha yang dilakukan. Dikalangan mahasiswa, pelajar, masyarakat dan timbul suatu gerakan yang menacari bantuan dari kampus hingga ke jalan. Dan semua itu tidak lain adalah bukti kebersamaan dan solidaritas akan musibah yang dialami saudara-saudara kita. Bila saja kita melihat kelemahan atau kekurangan yang kita miliki, maka wajar saja bila kita membutuhkan pertolongan orang lain. Apalagi dengan kondisi yang sudah tak dapat kita bicarakan lagi. Perlu di pahami bersama musibah yang terjadi akhir-akhir ini, baik berupa gempa, banjir, tsumani, angin putting beliung, lumpur lapindo tidak lain adalah bukti keberadaannya. Bukti bahwa Ia masih sayang dan berusaha memberikan teguran agar kita mampu berfikir bahwa apa yang kita lakukan, mungkin masih jauh dari apa yang Ia perintahkan. Semoga saja degan musibah yang terjadi di negeri ini sedikit demi sedikit akan membuat kesadaran kepada kita maupun pemerintah. Amin..............

0 komentar:

Posting Komentar