“ Jalani Kehidupan di tengah kota metropolitan”

Oleh : Hariyadi Eko. P

hari ini ku tak tahu harus menidurkan kemana badan ini. Kehidupan yang penuh dengan liku-liku telah di jalani selama kurang lebih 2 tahun. Pontianak adalah kota di mana tempat ku melanjutkan pendidikan.. juli adalah bulan-bulan awal bagi ku menginjakan kaki disisi. Mencoba dan berusaha menjadi orang yang mandiri, membuat ku harus belajar mencari tempat-tempat kost gratis. Bukan karena orang tua tak mampu namun kemauan dan merasa malu terhadap mereka membuat ku membaranikan diri.

Sungai raya dalam, komplek Bumi Batara blok b nomor 48 adalah rumah pertama yang menjadi kediaman ku. Pemilik rumah adalah teman orang tua ku. Di rumah yang gratis ini aku harus menajdi orang yang pandai, pandai menghargai apa yang telah orang berikan dan harus pandai bertanggung jawab terhadap amanah. Dari rumah yang sederhana ini ku temukan teman pertama, Mas Bowo, tak terlalu tinggi namun kumis yang hitam pekat mewarnai atas bibirnya memberikan kesan yang begitu sangar. Tegur sapa ku awali, dank u beranikan diri untuk bersilahturahmi di rumahnya. Kumis yang tebal ternyata tak memberikan gambaran sifat seseorang. Ya …..Mas bowo ternyata memilki watak yang dermawa.

Hanya beberapa hari aku berkenalan denganya, ia pun menjadi teman yang begitu baik. Kopi, makanan sudah menjadi kebiasaan bila aku bertamu ddi rumahnya. Rokok adalah hobi kami berdua sehingga suasana perbincangan di kala berkunjung ke rumah beliau menjadi asik. Teman ke dua adalah Bang. Adi tetangga samping rumah itu memiliki bandan yang besar dan tinggi dan tak lupa kumis yang melekat di bibir Mas. Bowo ternyata ada padanya. Namun lagi-lagi prediksi ku salah. Bang. Adi yang begitu sangar wajahnya ternyata memiliki hati yang lembut, ya……..lembut bak mentega.

Selama kurang lebuh satu tahun berada di sana banyak sekali cerita-cerita yang berkesan dan memebrikan pengalaman hidup. Mas. Bowo, orang yang sudah ku anggap sebagai orang tua, saudara, sahabat banyak sekali memberikan petuah-petuah hidup. Setiap kali kami berdiskusi maka begitu juga petuah itu keluar. Satu petuah yang kini ia katakan kepada ku “hidup merantau harus lah menjadi ayam betina dan jangan pernah menjadi ayam jantan”. Ayam betina akan selalu tunduk di mana pun ia berada, selalu mengalah dan menghormati orang lain. Namun si ayam jantan aku selalu membusungkan dadanya di manapun ia berada, sehingga ia menganggap dirinya adalah sang penguasa.

Secangkir kopi dan sebungkus rokok pasti menemani kami, begitu pula denga petuah-petuahnya. Namun kebahagian itu kini telah hilang dan hanya menjadi kenangan. Selesai ujian semester 3 aku pun menghadapi liburan, waktu liburan biasanya ku mamfaatkan untuk pulang kampung. Hari itu tak ada pirasat atau pertanda apaun. Ku berpamitan kepada beliau. Dengan sepeda motor vega dan tas yang berisikan pakaian aku pun berangkat pulan. Seminggu berada di kampung halaman ternyata memberikan kebagian, bertemu orang tua dan saudara. Namun semua itu menjadi sirna ketika handpone ku berbunyi. Seorang teman serumah memberikan kambar yang mengejutkan dan menyayat hati. Teman ku berkata “Innalilah” aku terkejut dan bertanya, Siape yang meninggal Al.? teman ku menjawab kalau Mas Bowo telah pergi jauh untuk selamanya. Namun kabar itu tak lantas membuat ku percaya. Ku hubungi Bang. Adi tetangga sebelah akan kebenaran kabar yang ku dapat. Ternyata benar teman baik yang telah ku anggap sebagai orang tua, sauadara dan sahabat telah tiada.

Hati telah tersayat. Seorang teman yang selalu menyuguhkan kopi, makanan dan sebungkus rokok itu telah pergi. Pakaian ku kemas, dengan modal seratus ribu dan motor Vega aku pun melaju dengan cepat. 3 jam perjalanan dari ngabang menuju pontianak adalah waktu yang sangat cepat. Di gerbang kompleks tertanam sebatang kayu yang terdapat kain kuning. Dari kejauhan ku lihat begitu ramai warga-warga yang berkerumunan, yang memberikan pertanda di rumah sana sedang berduka. Semakin dekat dan semakin dekat tubuh ku. Ku lihat pandangan mata warga yang begitu merah. Bang. Adi orang pertama yang ku temui dan ia pun langsung mengajak ku melihat jasad sang teman untuk terakhir kalinya.

Sosok yang begitu tegap, kumis yang tumbuh di atas bibir kini telah kaku tak berdaya. Mata yang selalu memandang kini telah terpejam. Dan orang yang selalu memberikan petuah kini telah hilang. Tak mampu mata ini melihat kenyataan, aku pun keluar. Ku temui seorang ibu yang juga baik kepada ku. Kekesalan ternyata menyelimuti nya. Dan ia berkata sebelum Mas. Bowo meninggal ia selalu mencari ku. Ya mencari ku untuk membantunya mengangkat pasir. Kawan rumah yang baru saja ia renovasi untuk menyambut bulan suci ramdhan kini ia tinggalkan. Seorang istri yang begitu setia kini harus menjanda. Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang ku dapatkan beliau dan kini akan menjadi pelajaran yang begitu berharga bagi ku.

Kini aku harus hidup dengan nuansa baru, tak ada teman sekopi dan sebungkus rokok bahkan tak ada petuah-petuah yang ku dapatkan dan semua itu membuat ku menjadi gelisah untuk tinggal di rumah. Setelah beberapa hari aku pun kembali pulang ke kampung halaman untuk menyambut bulan Rahmdahan. Hari demi hari ku jalani hingga masa lebaran pun tiba dan tak lama lagi aku akan kembali. Kembali di rumah membuat aku terkenang masa-masa bersama beliau. Untuk melupakan itu ku cari kesibukan-kesibukan. Selain mencari kesibukan tentu saja kesibukan itu akan menambah uang jajan. Lofer Koran yang di tawarkan seorang teman menjadi pekerjaan pertama ku selama berada di pontianak. Lampu merah simpang POLDA KALBAR adalah tempat mangkal atau lokasi ku berjualan. Tribun pontianak Koran yang ku jual, hanya dengan harga seribu rupiah memberikan penghasilan yang cukup lumayan.

Hamir 8 bulan sudah kujalani profesi itu. Berpanas-panasan, kehujanan, belum lagi konsumen yang melihat pekerjaan ini bak pencuru memberikan kesan yang begitu indah. Hari itu tak ada sepeser pun uang yang hinggap di saku. Mau tidak mau aku harus mengambil korang tak seperti biasa. 145 exampler Koran yang harus ku jual dan dengan keyakinan aku pun mulai beraksi. Namun cuaca ternyata tak bersahabat, pagi pukul enam awan telah memberikan pertanda akan turun hujan. Benar saja desiran air dari atas telah jatuh membasahi bumi. Namun semua itu tak membuat ku gentar. Plastic besar menjadi pelindung korang, helm standar menjadi pahlawan sang pengelana yang di landa kekeringan uang.

Mulai pukul enam hingga setengah tingga sore aku harus berjualan korang yang di temani sang hujan. Hujan yang tak kunjung berhenti ternyata memberikan banyak rejeki. 145 korang kurang lebih berharian berjualan habis terjual Rp.50.000 kurang lebih yang ku dapatkan. Dengan uang sebanyak itu cukup untuk membeli makanan dan cemilan. Begitu banyak pelajaran yang ku dapatkan menjadi lofer korang yang berawal dari mencari kesibukan hanya untuk melupakan kenangan bersama seorang sahabat. Sahabat aku kini hanya bias berkata, semoga engkau tenang di alam sana. Pindah rumah menjadi pilihan ku, rumah yang begitu “sumpek” menjadikan diri ku gelisah. Kota baru Gg karya 3 rumah kontrakan yang di huni keluarga deri menjadi tempat kedua untuk ku beristirahat. Keluarga yang begitu baik itu menerima ku untuk tinggal bersamanya. Selama tinggal di sana aku masih menjadi loper Koran, namun aku telah membuka usaha kecil-kecilan. Warung kopi yang berisikan makanan ala “barat” menjadi menu handalan kami. Berawal dari diskusi kecil di kampus ide itu muncul. Ilyas, Maniri, Indra dan aku adalah orang-orang yang memiliki seidikit persamaan prinsip.

Tak selamanya kita haru berpatokan kepada orang tua dan tak selamanya kita harus menyusahkan mereka, membuat kami termotivasi untuk membuka usaha. Singkat cerita di jalan Vetran kami menyewa tempat untuk membuka usaha itu. Dengan harga sewa 2o ribu perhari kami pun memberanikan diri. Hari pertama membuka usaha ada cerita yang lucu bagi ku. Ya……..lina seorang wanita yang pernah mengisi kehidupan ku harus menjadi sasaran empuk kebohongan. Slamatan membuka usaha baru itu bahasa yang ku gunakan, sehingga Ia mau menemani hari-hari pertama menjadi sang pengusaha kakap. Warung yang sederhana itu cukup membantu kami ber empat, walaupun penghasilan yang serba kecukupun tapi semangat kawan-kawan tak pernah luntur, walaupun badai cobaan selalu mengahadang. Makan sebungkus nasi untuk empat orang selalu menghiasi malam setelah tutup. Keemapt tangan bak cakar ayam menjadi alat untuk melahap. Tak perduli tangan apa dan bekas apa karena hasrat lapar semua itu menjadi nikmat, hahaha….nikmat dan nikmat tanpa ada yang merasa geli.

Loper Koran dan membuka usaha ternyata tak membuat ku lega dengan kemandirian. Menjadi salaes air kotak, menggunakan sepeda motor di hiasi keranjang yang terbuat dari rotang dan berisiskan beberapa air mineral aku pun mengelilingi kota pontianak. Rasa malu, tak pernah ku hiraukan. Yang terpikir aku harus menjadi orang yang mandiri. Usai kuliah adalah waktu aku memulai pekerjaan, di saat sebagian orang menikmati tidur siang aku menjadi sang pengelana. Hari demi hari ku jalani beberapa aktivitas sehingga membuat tubuh ku jatuh. Batuk darah dan demam adalah tersangka yang membuat ku meninggalkan pekerjaan sales . Hanya beberapa bulan bekerja aku pun harus mengakui bahwa aku tak mampu lagi dengan kesibukan-kesibukan yang begitu berat, sehingga satu persatu pekerjaan ku tinggalkan. Lover Koran, sales kini hanya menjadi kenangan. Kini yang ku harapkan usaha yang di rintis bersama ke tiga sahabat akan tetap exsis dan akan memberikan penghasilan.Kawan selama 2 tahun aku tinggal berpindah-pindah. Dari rumah ke rumah, kost teman dan kampus menjadi tempat peristirahatan ku. Bukan karena tak mampu namun sifat ku yang tak biasa tetap membuat aku harus seperti ini. Menjadi sang pengelana yang selalu mencari pelajaran hidup di tengah hangar binger kehidupan kota.

“ Sahabat adalah orang yang selalu menerima kekuarang dan selalu mendukung apa yang kita cita-citakan, seorang sahabat tak akan pernah rela melihat kesengsaraan sahabat yang lain”

Sahabat

Oleh : Hariyadi Eko. P
Sahabat engkau adalah orang yang begitu dekat. Di kala suka dan duka engkau selalu ada. Sahabat engkau adalah titisan tuhan yang mencoba memberikan nasihat di kala aku berbuat dusta. Engkau selalu memberikan motivasi ketika aku melakukan suatu kebaikan. Sahabat tak akan pernah rela ketika melihat sahabatnya harus tersiksa dengan penderitaan dan berlumur dengan kesalahan.
Ketika aku hidup di dalam penderitaan engkau mmebrikan kesejukan, ketika aku melakukan kesalahan engkau lah orang yang pertama menegur. Teringat ketika kita masih berkumpul bersama di sekolah, tertawa, bercanda, bahkan berkelahi engkau selalu ada di sampingku. Engkau memberikan warna-warna kehidupan yang begitu berarti. Selama kurang lebih 3 tahun perjalanan kita di bangku Madrasah Aliyah banyak sekali pengalaman yang kita dapatkan.
Dari romantikan perasaan, belajar bersama, bahkan membangkan demi sebuah perjuangan telah kita lewati. Aku teringat sahabat ketika kau harus di paksa untuk mengatakan cinta kepadanya, tubuh ini menggigil bagaikan orang yang sedang sakit. Namun berkat semangat yang di berikan mu Aku mampu mengalahkan rasa takut. Ketakutan lah yang membunuh keberanian ku.
Sahabat ingatkah ketika kita berada di dalam kelas. Ya…….di kelas 2 & 3 Ipa itu banyak sekali kisah-kisah kita yang masih dapat kita kenang, Randi dengan gaya yang gaul, Amir dengan sifat yang begitu dewasa, Iwan yang mukanya selalu merah saat di ejek, dan Rio yang wajah nya paling tampan di antara kita, memberikan ciri khas kita berlima, sedangkan aku yang memiliki tubuh gendut dan sahabat yang tak bias u ungkapkan satu persatu.
sahabat ingatkah engkau ketika kita sama-sama berjuang, melakuka aksi damai demi memperjuangkan hak-hak kawan yang tertindas, kita harus mersakan pahitnya wahaj sang guru, kita harus mersakan nilai yang begitu jelek di kelas hanya karena perjuangan. Namun dari semua perjalanan itu aku yakin akan memberikan kita pelajaran dan pengalamana yang begitu berharga sehingga engkau semua tidak akan pernah melupakan.
Sahabat taukah engkau apa yang ada di dalam hati dan pikiran ku ini. Andai saja waktu dapat ku putar kembali, kau ingin cerita kita dapat terulang. Aku sunggu merindukan engkau, canda tawa, perkelahian, dan apapun yang pernah kita lakukan di sekolah dulu menajdi kerinduan hati bagiku. Namun aku sadar itu hanya khayalan namun aku selalu berharap entak kapan dan mungkin suatu saat kita semua dapar berkumpul kembali. Melihat wajah-wajah yang sedikit demi sedikit mulai berubah.
Aku yakin engkau akan merindukan moment-moment yang pernah kita lakoni di sekolah dulu. Ya………..untuk mu para sahabat yang tak ku persebutkan satu persatu aku hanya ingin menyampaikan…..teruskan perjuangan hidup mu..perjalanan kita masih panjang, keberhasilan dan kesuksesan kita tinggal di depan mata. Di dalam organisasi ku sering di katakana Yakin Usaha Sampai……..apaun yang kita lakukan selama itu positif pasti akan membuahkan hasil yang baik. Di bulan nan suci ini ijninkan sahabatmu ini memohon maaf, semoga di bulan nan suci ini kita mampu menjadi hamba Allah yang bertaqwa……………” Sahabat adalah kunci untuk mencapai keberhasilan”. Sahabat akan membawaku keliling dunia………..

“Bangga kah kita”

Bangga ketika menyemat title mahasiswa. Selesai dari bangku sekolah banyak dari kita yang berebut-rebut, berlomba-lomaba untuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi yang ada. Dengan modal izajah yang di miliki dan keinginan yang besar kita pun mulai mencari perguruan tinggi yang kelak akan menjadi tempat kita menepa ilmu. Di dorong oleh faktor keluarga dan lingkungan maka niat yang kita miliki akhirnya tercapai.
Namun sadarkah kita ketika kita sudah menjadi dan menyemat title sebagai mahasiswa maka beban yang akan di pikul di pundak ini begitu berat. Tuntun orang tua, keluarga yang ingin kita menjadi mahsiswa yang berhasil seolah –olah kan memlupakan peran dan fungis kita sebagai mahasiswa, sehingga tidak jarang kita melihat dan mendapatkan mahasiswa yang meiliki sifat apatis, hedeonis dan prakmatis di karenakan dorongan dan tekanan lingkunagan. Perlu rekan-rekan ketahui mahasiswa memiliki tiga peran fungsi selain harus belajar atau mengkuti aktifitas kuliah di antaranya mahsiwa adalah Agen of Change, Agen of Countrol dan Moral force.
Di mana di tangan mahasiswa dan di pundak mahasisawa tersimpan amanah yang begitu besar untuk Negara ini. Mampu kah kita mnenjadi mahasiswa yang mampu memberi damapak atau efek bagi lingkungan sekitar kita. Ketika kita menjadi mahasiwa maka kita bukan hanya akan menjadi seseorang yang membeli status baru di tengah masyarakat. Yang ketika kita menyemat sebagai mahasiswa maka kita berjalan dengan membusungkan dada dan mengangkat kepala seakan-akan bangga dengan status yang telah berubah,
Kehadiran kita di dunia perkuliahan akan membuat orang semakin bangga namun mampukah kita dengan kebanggaan yang di miliki membawa perubahan bagi diri kita dan orang lain. Kalau saja sifat apatis, hedeonis dan prakmatis masih melekat pada pikiran kita. Maka dari itu mulai saat ini kita harus mulai merubah pola pikir yang memberikan dampak yang kurang baik. Karena kelak kita akan kembali di tengah masyarakat dengan membawa title yang telah kita raih. Kampus adalah wadah bagi kita untuk mendidik prilaku, menajdikan kita sebagai orang yang dapat bermamfaat dan berguna bagi orang lain.
Fasilitas yang terdapat di dalam kampus akan memberikan dan membagi pengalaman bagi anda yang kini dan ingin merubah prilaku san sikap. Menjadi mahasiwa begitu indah namun lebih indah lagi jika kehadiran kita lebih berguna mengutip perkataan orang bijak “ jadikan kehadiran kita memberikan beban pada sebuah timbangan jangan jadikan kehadiran kita hanya sebagai angin lalu sehingga tidak memberikan perubahan pada timbangan itu” semoga tulisan ini mampu memberikan motivasi bagi rekan-rekan sehingga kita tidak hanya menjadi mahasiwa 3 D 1 P, yaitu dating, duduk, diam dan pulang. Tanpa mampu memberikan kontribusi yang lebih bagi diri sendiri dan orang lain.
* Hariyadi Eko. P ( Adong ) *

Manusia yang Memanusiakan

Oleh : Hariyadi Eko. P
Malam yang kian larut di hari yang ke 16 ramadhan ini, memebrikan bebarapa pengalaman dan pelajaran yang tak pernah akan ku lupakan. Bulan ramhdan adalah salah satu bulan yang paling mulia dari bulan-bulan yang lain. Di bulan yang penuh dengan ridho Allah, kita akan dapat menjadikan bulan ini sebagai waktu bagi kita untuk merenungkan apa yang telah kita lakukan selama hidup. Selama kita menjalani kehidupan mungkin jarang sekali kita untuk berbagi kepada saudara-saudara yang merindukan hangat peluk dan senyum kita. Mungkin saja di bulan yang lain kita hanya bise tersenyum melihat betapa banyak saudara kita yang harus hidup di garis kemiskinan. Tidur beralaskan Koran, makan seadanya.
Di bulan yang penuh dengan ridho Allah ini, jangan lah kita melakukan sesuatu hanya berharap pahala yang ia berikan, namun bagaimana kita hari ini melakukan sesuatu untuk mengharapkan ridhonya. Di bulan yang penuh ridho Allah ini, ternyata tak menyulutkan teguran Allah kepada kita. Apakah teguran itu berupa bukti sayangnya ia kepada kita ataukah teguran itu berupa pelampiasan amarahnya , karena dosa-dosa yang telah kita lakukan. Kita mendengar dan melihat berapa banyak saudara kita yang harus kehilangan nyawa di bulan ini, betapa banyak orang wanita yang menjadi janda, betapa banyak laki-laki yang menjadi duda, dan betapa banyak anak-anak yang harus menjadi yatim dan piatu.
Derita mereka adalah derita kita. Ketika derita itu dirasakan begitu perih maka perih itu akan kita rasakan pula. Namun bagaimana kita sebagai saudara yang katanya mersakan tapi tidak melakukan sesuatu bagi mereka. Sudah berapa banyak shalat yang kita lakukan, sudah berapa banyak, ibadah-ibadah yang lain kita lakukan namun sudah kah tergerak hati kita untuk membantu mereka. Uluran tangan kita sangat dan selalu di nantinya, walaupun mereka tak berkata, namun mereka sangat membutuhkan itu. Bulan ramdhan yang indah ini, bila kita berkumpul bersama keluarga, tertawa riang, bercanda gurau namun kini disekitar terdapat orang yang tawanya berganti air mata, gurauannya berganti teriakan kepedihan. Mampukah hati kita merasakan.
Koboi adalah pahlawan yang tidak pernah berharap mendapatkan balasan dari apa yang ia lakukan. Ia datang dari horizon menuju suatu daerah yang sedang tertimpa musibah, dan pergi setelah ia menyelesaikan masalah itu. Kita adalah di ibaratkan seperti koboi. Ketika penderitaan terlihat dimata, ketiak jeritan terdengar maka kita akan berada di sana dan pergi setelah derita dan jeritan itu hilang tanpa menharapkan ucapan terimakasis ataupun balasan dari mereka.
Pertanyaan yang besar mampukah kita melakukanya ? jawabanya pasti mampu. Apabila semua itu di mulai dari keyakinan dan niat yang tulus. Sekarang saatnya kita membuktikan kepada mereka bahwa kita hadir bukan hanya menjadi makhluk Allah yang Apatis, Prakmatis, dan Hedeonis. Namun kehadiran kita memnberikan mamfaat kepada mereka. Maka “ jadikan hidup kita bermamfaat bagi kita dan orang lain”. Semoga derita saudara-saudara kita yang tertimpa musibah gempa dapat teratasi. Dan yakinlah bahwa semua itu bukti sayangnya Allah kepada kita dan sebagai bahan renungan kita bersama.
Hariyadi Eko. P
* Penulis Kabid PTKP Komisariat Syariah *

Santai.....

Oleh : Hariyadi Eko. P
Sore yang mendung sekitar pukul 4 menyelimuti kota Pontianak. Di dalam kamar bersama leptop dan beberapa batang rokok aku pun memandangkan mata ini ditepi jalan. Kebiasan remaja di kota Pontianak yang selalu ramai bila matahari mulai terbenam. Satu perrsatu pemuda dan pemudi berkeluaran dengan kendaraan. Ada yang sendirian dan ada yang berjalan dengan pasangan.
Pontianak ibarat kota metropolitan yang penuh dengan beraneka ragam tingkah laku manusianya. Kehidupan di sini penuh dengan glamour tapi tidak semuanya. Baru beberapa hari pasca lebaran haji Pontianak terus diguyur hujan namun tak membuat pemuda-pemudi disini menutp diri untuk menghabiskan waktunya. Biasanya tempat yang menjadi tujuan mereka adalah kafe-kafe yang berada ditepi jalan yang menyediakan layanan Hospot. Namun ada juga yang menghabiskan waktu mereka nyantai dibundaran untan sambil melakukan aktivitas olahraga.
Liat saja aku dari kamat tempat menghabiskan waktu dapat melihat berbagai macam pakaian yang mereka pakai. Piker ku mereka ingin menarik perhatian lawan jenisnya. Satu persatu wanita muda mulai berkeluaran dari dalam gang dan mulai memamerkan diri mereka. Terkadang aku berfikir apakah mereka yang mengunakan pakaian yang beklum jadi itu tidak merasa kedingan. Di hari yang mendung begini aku saja merasa kedingan dengan pakaian yang serba tertutup. Tapi lihat mereka, mereka seakan santai dan tidak perduli dengan kesehatannya sendiri. Memakai pakain yang mudah dilihat dan mudah dihinggapi angin.
Tapi aku piker itu urusan mereka dan sebagai kaum adam aku hanya bisa menikmati tubuh yang selalu mereka pamerkan. Kini sebagian remaja sudah terbius dengan kehidupan ala artis. Mnganggap pakaian yang mereka gunakan mebuat daya tarik yang lebih bagi kaum adam. Namun tanpa mereka sdari mereke sudah kekurangan nilai dipandangan kaum adam. Aku selalu mengatakan kepada teman perempuan dikampus, seorang perempuan yang menutup dirinya dengan pakain rapi maka ia memilki nilai yang tak terhingga dan bahkan tidak dapat dihitung. Namun berbeda dengan wanita yang membuka dirinya dengan pakaian ala artis. Wanita yang selalu membuka dirinya dengan pakain ala artis itu nilainya dimata lelalki tak seberapa bahkan dapat dinilai dengan nominal dan tidak menutup kemungkinan nilai mereka di bawah nilai uang seribu.
Orang tua adalah seorang pendidik yangbertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya. Namun apa yang terajdi disekeliling kita menimbulkan pertanyaan. Seberapa besarkah peran orang tua terhadap pendidikan anak mereka ? sehingga banyak wanita yang masih sangat remaja harus berpakain yang tidak seronok. Memang penampilan fisik bukanlah yang menjadi penilaian utama, tapi secara tidak langusng itu akan membuat pola piker yang negative terhadap mereka sendiri dan jauh dari apa yang disyariatkan agama. M
Mungkin dunia sudah terbalik. Ataukah pola piker kita yang terbalik. Melihat realita yang terjadi ini. Sekarang bukan banyak lagi tapi seluruh laki-laki lebih sopan dari pada perempuan. Lelaki dapat menempatkan dirinya. Liat saja pakaian yang kaum adam pakai tidak ada yang setengah jadi. Tapi kini banyak kaum hawa yang menggunakan pakian yang setengah jadi dan ini membuat banyak sekali kriminalitas terjadi. Betul kata seoarng pepatah yang menghancurkan kehidupan itu hanya ada tiga, pertama harta, kedua tahta dan ketiga adalah wanita. Ini bukan hanya PR orang dan ulama, tapi ini Pr kita bersama dalam menyadarkan prilaku yang menyimpang. Semoga saja semakin dewasa maka pola piker mereka juga dapat berubah.
Diri ini bukan lam manusia yang sempurna, tapi setidaknya kita mengurangi kemaksiatan yang kian terjadi.