Manusia yang Memanusiakan

Oleh : Hariyadi Eko. P
Malam yang kian larut di hari yang ke 16 ramadhan ini, memebrikan bebarapa pengalaman dan pelajaran yang tak pernah akan ku lupakan. Bulan ramhdan adalah salah satu bulan yang paling mulia dari bulan-bulan yang lain. Di bulan yang penuh dengan ridho Allah, kita akan dapat menjadikan bulan ini sebagai waktu bagi kita untuk merenungkan apa yang telah kita lakukan selama hidup. Selama kita menjalani kehidupan mungkin jarang sekali kita untuk berbagi kepada saudara-saudara yang merindukan hangat peluk dan senyum kita. Mungkin saja di bulan yang lain kita hanya bise tersenyum melihat betapa banyak saudara kita yang harus hidup di garis kemiskinan. Tidur beralaskan Koran, makan seadanya.
Di bulan yang penuh dengan ridho Allah ini, jangan lah kita melakukan sesuatu hanya berharap pahala yang ia berikan, namun bagaimana kita hari ini melakukan sesuatu untuk mengharapkan ridhonya. Di bulan yang penuh ridho Allah ini, ternyata tak menyulutkan teguran Allah kepada kita. Apakah teguran itu berupa bukti sayangnya ia kepada kita ataukah teguran itu berupa pelampiasan amarahnya , karena dosa-dosa yang telah kita lakukan. Kita mendengar dan melihat berapa banyak saudara kita yang harus kehilangan nyawa di bulan ini, betapa banyak orang wanita yang menjadi janda, betapa banyak laki-laki yang menjadi duda, dan betapa banyak anak-anak yang harus menjadi yatim dan piatu.
Derita mereka adalah derita kita. Ketika derita itu dirasakan begitu perih maka perih itu akan kita rasakan pula. Namun bagaimana kita sebagai saudara yang katanya mersakan tapi tidak melakukan sesuatu bagi mereka. Sudah berapa banyak shalat yang kita lakukan, sudah berapa banyak, ibadah-ibadah yang lain kita lakukan namun sudah kah tergerak hati kita untuk membantu mereka. Uluran tangan kita sangat dan selalu di nantinya, walaupun mereka tak berkata, namun mereka sangat membutuhkan itu. Bulan ramdhan yang indah ini, bila kita berkumpul bersama keluarga, tertawa riang, bercanda gurau namun kini disekitar terdapat orang yang tawanya berganti air mata, gurauannya berganti teriakan kepedihan. Mampukah hati kita merasakan.
Koboi adalah pahlawan yang tidak pernah berharap mendapatkan balasan dari apa yang ia lakukan. Ia datang dari horizon menuju suatu daerah yang sedang tertimpa musibah, dan pergi setelah ia menyelesaikan masalah itu. Kita adalah di ibaratkan seperti koboi. Ketika penderitaan terlihat dimata, ketiak jeritan terdengar maka kita akan berada di sana dan pergi setelah derita dan jeritan itu hilang tanpa menharapkan ucapan terimakasis ataupun balasan dari mereka.
Pertanyaan yang besar mampukah kita melakukanya ? jawabanya pasti mampu. Apabila semua itu di mulai dari keyakinan dan niat yang tulus. Sekarang saatnya kita membuktikan kepada mereka bahwa kita hadir bukan hanya menjadi makhluk Allah yang Apatis, Prakmatis, dan Hedeonis. Namun kehadiran kita memnberikan mamfaat kepada mereka. Maka “ jadikan hidup kita bermamfaat bagi kita dan orang lain”. Semoga derita saudara-saudara kita yang tertimpa musibah gempa dapat teratasi. Dan yakinlah bahwa semua itu bukti sayangnya Allah kepada kita dan sebagai bahan renungan kita bersama.
Hariyadi Eko. P
* Penulis Kabid PTKP Komisariat Syariah *

0 komentar:

Posting Komentar