DUKA DI PENGHUJUNG TAHUN

Oleh : Hariyadi Eko Priatmono
Sejarah memang tidak boleh dilupakan, karena sejarah adalah pelajaran yang paling berharga. Sejarah bencana alam yang terjadi di negeri tercinta ini pun tidak boleh dilupakan, karena Ia adalah bagian dari pelajaran kehidupan manusia untuk menjaga, melindungi, dan menghargai alam.
Enam tahun silam tepatnya pada 2004 akhir, bangsa kita dikejutkan dengan tragedi Tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh. Ombak besar menghantam dan mengahncurkan apa saja yang ada dihadapannya, tidak terkecuali manusia. Tragedi itu meninggalkan luka yang dalam, banyak nyawa yang hilang, anak-anak menjadi yatim dan piatu. Ibu rumah tangga menjadi janda, kepala rumah tangga menjadi duda. Belum lugi kerusakan infrastruktur yang diakibatkan hantaman obak besar tersebut.
Kini di penghujung tahun 2010, bangsa tercinta ini kembali dilanda bencana alam yang begitu dahsyatnya. Kalimantan Barat Kapuas Hulu tepatnya dilanda Banjir besar, Jakarta di landa banjir serta diisukan akan tenggelam, banjir Bandang di Wasior Jaya Pura, Tsunami di Mentawai, dan yang sampai hari ini masih dirasakan saudara-saudara kita adalah tragedi gunung meletus di Klaten Jogyakarta.
Musibah atau bencana alam yang terjadi dan melanda bangsa ini, setidaknya harus memberikan pelajaran dan memiliki hikmah yang dalam betapa pentingnya arti kehidupan. Sedikit mencoba melihat kondisi alam yang semakin hari semakin memanas, dan memamasnya alam bukan tanpa sebab.
Lihat saja untuk banjir yang terus melanda bangsa ini, banjir yang melanda bangsa ini tentunya memiliki sebab. Alam yang pada hakikatnya sebagai fungsi penyeimbang kehidupan manusia, kini sedikit-demi sedikit telah mulai berubah fungsi. Hutan yang pada dasarnya sebagai penampungan air, kini telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Sebelumnya penulis memohon maaf, kalau bahasa yang digunakan menyinggung, dan penulis tidak bermaksud untuk menyalahkan karena ini bukan lagi saatnya untuk saling menyalahkan serta mencari siapa yang benar.
Namun harapan penulis, saat ini kita sebagai penjaga dan pelindung alam ini, harus mulai sadar, bahwa betapa pentingnya kita sebagai manusia untuk menjaga kesetabilan alam. Perubahan fungsi hutan serta penebangan pohon yang dilakukan tanpa berfikir panjang akan apa yang terjadi dimasa yang datang, mungkin saja ini menjadi salah satu penyebab dari bencana alam yang terjadi. Dan kesemua itu mungkin saja karena kerakusan manusia.
Penulis ingin kembali mencoba mengingatkan, saat ini, hari ini, detik ini. saatnya kita sebagai satu kesatuan yang terlahir di tanah ibu Pertiwi, ketika saudara-saudara kita sedang dilanda bencana, ketika saudara-saudara kita dilanda duka, dan ketika saudara-saudara kita meneteskan air mata. Maka kini saatnya kita untuk meringankan beban mereka. Tentunya banyak cara yang dapat kita lakukan untuk meringankan beban saudara-saudara kita..
Dalam bebera minggu, penulis melihat betapa semangatnya para relawan-relawan yang ada di seluruh pelosok bangsa ini. Bersemangat melakukan aksi penggalangan dana, baik yang dijalan-jalan, disekolah-sekolah bahkan ada yang melakukan penggalangan dana dengan mengadakan acara pentas amal. Kesemua itu pada dasarnya dilandaskan atas rasa memiliki, merasakan, dan rasa duka yang mendalam, atas nasib-nasib saudara-saudaranya yang tertimpa musibah.
Namun ada yang menarik ketika penulis mendengarkan berita bencana yang melanda bangsa ini. disalah satu media elektronik memberitakan, bahwa ketika bencana alam melanda saudara-saudara kita, ternyata masih ada sebagian pejabat yang tidak memiliki hati nurani. Ketika semua mata tertuju pada mereka yang dilanda bencana, masih ada pejabat yang malah asik melakukan perjalanan keluar kota. Pertanyaanya adalah apakah pejabat itu masih memiliki hati nurani ataukah mereka sudah membutakan mata dan menulikan telinganya, sehingga ketika sebagian rakyat bangsa ini berduka mereka malah asik berpesta.
Ketika sekian banyak bencana yang melanda bangsa ini, dan meninggalkan begitu banyak kerugian, baik nyawa maupun harta. Apakah para wakil rakyat yang dulunya memiliki rencana untuk membangun gedung dewan dengan anggaran yang mencapai 1,6 Triliun masih akan tetap direalisasikan. Lalu apakah ketika bencana dahsyat melanda bangsa ini, masihkah terlintas rencana-rencana para wakil rakyat yang akan melakukan studi banding ke luar negeri.
Seperti yang penulis katakan diatas, kini saatnya semua anak bangsa baik masyarakat biasa hinga masyarakat kelas atas, harus peka terhadap kehidupan sosial. Melepaskan kepentingan-kepentingan yang hanya menguntungkan kepantingan pribadi. Melepaskan semua kepentingan yang hanya menguntungkan sebagian orang, dengan satu tujuan memberikan perhatian lebih dan berharap dapat meringankan dan memulihkan kembali kondisi masyarakat dari ganasnya alam.
Walaupun kondisi itu tidak akan pernah kembali seperti sedia kala. Banyak hal yang dapat di lakukan untuk saudara-saudara kita. Mereka tidak hanya membutuh makanan, mereka tidak hanya membutuh uang, mereka tidak hanya membutuh pakaian. Kini mereka membutuhkan uluran tangan saudara-saudaranya. Mereka membutukan motivasi dan semangat sehingga setidaknya mereka sedikit demi sedikit akan melupakan musibah yang menimpanya. Dan tentunya mengembalikan kecerian anak-anak yang menjadi korban dari gunung meleteus tersebut. Duka mereka adalah duka kita bersama, dan tawa mereka adalah tawa kita bersama.
Semangatlah saudara-saudara ku, Tuhan tidak akan menguji umatnya diluar batas kemampuanya. Dan kini saatnya, kita harus mulai menghargai, menjaga dan melindungi alam. Karena betapa pentingnya alam sebagai penyeimbang kehidupan manusia. Dan mulai berfikir untuk melakukan perubahan atas nama rakyatnya.
Penulis; Ketua Umum Himpunan Mahasisawa Islam (HMI) Komisariat Syariah Cabang Pontianak.

0 komentar:

Posting Komentar